Posted by : Unknown
Minggu, 26 Mei 2013
" Efek Rumah Kaca
A. Pengenalan efek rumah kaca
Efek
rumah kaca, pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier pada 1824,
merupakan sebuah proses di mana atmosfer memanaskan sebuah planet. Mars,
Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami
Saturnus, Titan) memiliki efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat
digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang
terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang
terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang
belakangan ini diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan
oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Ketika
radiasi matahari tampak maupun tidak tampak dipancarkan ke bumi, 10
energi radiasi matahari itu diserap oleh berbagai gas yang ada di
atmosfer, 34% dipantulkan oleh awan dan permukaan bumi, 42% membuat bumi
menjadi panas, 23% menguapkan air, dan hanya 0,023% dimanfaatkan
tanaman untuk perfotosintesis.
Malam
hari permukaan bumi memantulkan energi dari matahari yang tidak diubah
menjadi bentuk energi lain seperti diubah menjadi karbohidrat oleh
tanaman dalam bentuk radiasi inframerah. Tetapi tidak semua radiasi
panas inframerah dari permukaan bumi tertahan oleh gas-gas yang ada di
atmosfer. Gas-gas yang ada di atmosfer menyerap energi panas pantulan
dari bumi.
Dalam
skala yang lebih kecil – hal yang sama juga terjadi di dalam rumah
kaca. Radiasi sinar matahari menembus kaca, lalu masuk ke dalam rumah
kaca. Pantulan dari benda dan permukaan di dalam rumah kaca adalah
berupa sinar inframerah dan tertahan atap kaca yang mengakibatkan udara
di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun udara di luar dingin. Efek
memanaskan itulah yang disebut efek rumah kaca atau ”green house effect”. Gas-gas yang berfungsi bagaikan pada rumah kaca disebut gas rumah kaca atau ”green house gases”.
B. Pengaruh efek rumah kaca
Pengaruh
rumah kaca terbentuk dari interaksi antara atmosfer yang jumlahnya
meningkat dengan radiasi solar. Meskipun sinar matahari terdiri atas
bermacam-macam panjang gelombang, kebanyakan radiasi yang mencapai
permukaan bumi terletak pada kisaran sinar tampak. Hal ini disebabkan
ozon yang terdapat secara normal di atmosfer bagian atas, menyaring
sebagian besar sinar ultraviolet. Uap air atmosfer dan gas metana dari
pembusukan – mengabsorpsikan sebagian besar inframerah yang dapat
dirasakan pada kulit kita sebagai panas. Kira-kira sepertiga dari sinar
yang mencapai permukaan bumi akan direfleksikan kembali ke atmosfer.
Dalam efek rumah kaca ini sangat mempengaruhi alam dengan berbagai gas
yang menyebar terhadap lingkungan diantaranya ;
. Gas rumah kaca
yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat
penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas
terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan
vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan
menghembuskan karbondioksida);
dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Karbondioksida
dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk
digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida
dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
2. Uap air
Uap
air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab
terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air
berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara
langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat
gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di
troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Oleh karena itu,
uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang
dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2.
Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak
langsung melalui terbentuknya awan.
3. Karbondioksida
Manusia
telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer
ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk
menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap
karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil
kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun
lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di
atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh
lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750,
terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281
ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383
ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun
2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm.
Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan
meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi
industri.
4. Metana
Metana
yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih
banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama
produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana
juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan
sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu,
terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan
revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer
telah meningkat satu setengah kali lipat.
5. Nitrogen Oksida
Nitrogen
oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan
terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian.
Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari
karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila
dibandingkan masa pre-industri.
Gas
rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon
(HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa
untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan.
Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan
klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu
menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang
melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Selama masa abad ke-20,
gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk
mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang
Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas
ini mulai makin sedikit dilepas ke udara.
Para
ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari
proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada
tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat
secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil
sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan
sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi
gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca
yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil
gas ini masih belum teridentifikasi.
C. Mekanisme Terjadinya
Proses
terjadinya efek rumah kaca ini berkaitan dengan daur aliran panas
matahari. Kurang lebih 30% radiasi matahari yang mencapai tanah
dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap oleh uap, gas karbon
dioksida, nitrogen, oksigen, dan gas-gas lain di atmosfer. Sisanya yang
70% diserap oleh tanah, laut, dan awan. Pada malam hari tanah dan badan
air itu relatif lebih hangat daripada udara di atasnya. Energi yang
terserap diradiasikan kembali ke atmosfer sebagai radiasi inframerah,
gelombang panjang atau radiasi energi panas. Sebagian besar radiasi
inframerah ini akan tertahan oleh karbon dioksida dan uap air di
atmosfer. Hanya sebagian kecil akan lepas ke angkasa luar. Akibat
keseluruhannya adalah bahwa permukaan bumi dihangatkan oleh adanya
molekul uap air, karbon dioksida, dan semacamnya. Efek penghangatan ini
dikenal sebagai efek rumah kaca.Sedangkan proses secara
singkatnya yaitu ketika sinar radiasi matahari menembus kaca sebagai
gelombang pendek sehingga panasnya diserapa oleh bumi dan tanaman yang
ada di dalam rumah kaca tersebut. Untuk selanjutnya, panas tersebut di
radiasikan kembali namun dengan panjang gelombang yang panjang(panjang
geklombang berbanding dengan energi) sehingga sinar radiasi tersebut
tidak dapat menembus kaca. Akibatnya, suhu di dalam rumah kaca lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu yang di luar rumah kaca.
D. Dampak Rumah Kaca
Meningkatnya
suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang
sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan
dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap
karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya
gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya
permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya
suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan
permukaan laut yang mengakibatkan negara Kepulauan akan mendapatkan
pengaruh yang sangat besar. Diantaranya berdampak ialah :
1. Iklim Mulai Tidak Stabil
Para
ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara
dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari
daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan
daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan
Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan,
mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah
subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan
lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak
air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah
kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan
yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk
awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari
kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan
(lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat
Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat
sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi
lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah.
Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda.
Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air,
akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi,
beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2. Peningkatan permukaan lautKetika
atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,
sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar
Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut
di seluruh
dunia telah meningkat 10 – 25 cm (4 – 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 – 35
inchi) pada abad ke-21.Perubahan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,
17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari
tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di
daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar
untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan
sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem
pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari
rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk,
tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan
muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
3. Suhu Global Cendrung meningkat.
Orang
mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di
beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan
mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya
masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di
beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian
gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat
menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi
sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa
tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan
penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguan ekologis
Hewan
dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke
atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari
daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies
yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota
atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang
tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan
musnah.
5. Dampak sosial dan politik
Perubahan
cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang
panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan
dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan
air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai
dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam
biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi,
defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan
lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran
penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit
melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian
Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa
spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium
menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa
spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan
perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak
perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada peningkatan
kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan,
DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) gradasi lingkungan yang
disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan
polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol
selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran
pernafasan seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan
paru kronis, dan lain-lain.
6. Perdebatan tentang pemanasan global
Tidak
semua ilmuwan setuju tentang keadaan dan akibat dari pemanasan global.
Beberapa pengamat masih mempertanyakan apakah temperatur benar-benar
meningkat. Yang lainnya mengakui perubahan yang telah terjadi tetapi
tetap membantah bahwa masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang
keadaan di masa depan. Kritikan seperti ini juga dapat membantah
bukti-bukti yang menunjukkan kontribusi manusia terhadap pemanasan
global dengan berargumen bahwa siklus alami dapat juga meningkatkan
temperatur. Mereka juga menunjukkan fakta-fakta bahwa pemanasan
berkelanjutan dapat menguntungkan di beberapa daerah. Para ilmuwan yang
mempertanyakan pemanasan global cenderung menunjukkan tiga perbedaan
yang masih dipertanyakan antara prediksi model pemanasan global dengan
perilaku sebenarnya yang terjadi pada iklim. Pertama, pemanasan
cenderung berhenti selama tiga dekade pada pertengahan abad ke-20;
bahkan ada masa pendinginan sebelum naik kembali pada tahun 1970-an.
Kedua, jumlah total pemanasan selama abad ke-20 hanya separuh dari yang
diprediksi oleh model. Ketiga, troposfer, lapisan atmosfer terendah,
tidak memanas secepat prediksi model. Akan tetapi, pendukung adanya
pemanasan global yakin dapat menjawab dua dari tiga pertanyaan tersebut.
Kurangnya pemanasan pada pertengahan abad disebabkan oleh besarnya
polusi udara yang menyebarkan partikulat-partikulat, terutama sulfat, ke
atmosfer. Partikulat ini, juga dikenal sebagai aerosol, memantulkan
sebagian sinar matahari kembali ke angkasa luar. Pemanasan berkelanjutan
akhirnya mengatasi efek ini, sebagian lagi karena adanya kontrol
terhadap polusi yang menyebabkan udara menjadi lebih bersih. Keadaan
pemanasan global sejak 1900 yang ternyata tidak seperti yang diprediksi
disebabkan penyerapan panas secara besar oleh lautan. Para ilmuan telah
lama memprediksi hal ini tetapi tidak memiliki cukup data untuk
membuktikannya. Pada tahun 2000, U.S. National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA) memberikan hasil analisa baru tentang temperatur
air yang diukur oleh para pengamat di seluruh dunia selama 50 tahun
terakhir. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan
pemanasan: temperatur laut dunia pada tahun 1998 lebih tinggi 0,2
derajat Celsius (0,3 derajat Fahrenheit) daripada temperatur rata-rata
50 tahun terakhir, ada sedikit perubahan tetapi cukup berarti.
Pertanyaan ketiga masih membingungkan. Satelit mendeteksi lebih sedikit
pemanasan di troposfer dibandingkan prediksi model. Menurut beberapa
kritikus, pembacaan atmosfer tersebut benar, sedangkan pengukuran
atmosfer dari permukaan Bumi tidak dapat dipercaya. Pada bulan Januari
2000, sebuah panel yang ditunjuk oleh National Academy of Sciences untuk
membahas masalah ini mengakui bahwa pemanasan permukaan Bumi tidak
dapat diragukan lagi. Akan tetapi, pengukuran troposfer yang lebih
rendah dari prediksi model tidak dapat dijelaskan secara jelas.